Sabtu, 13 Agustus 2011

KHUTBAH IDUL FITRI 1432 H

Kembali ke Fithrah (KHUTBAH IDUL FITRI 1432 H)

Oleh KH Su’ada Adzkiya Rois Syuriyah PCNU Cilacap

ألله اكبر ألله اكبر ألله اكبر x 3 ألله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا أشهد أن لااله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه ومن تبعهم باحسان إلى يوم الدين.أما بعد : فيا ايها الحاضرون والحاضرات اتقوا الله فقد فاز المتقون ز واعلموا أن يومكم هذا يوم عظيم وعيد كريم قال الله تعالى اعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد

Jama`ah shalat `Ied yang berbahagia. Pertama sekali kami sampaikan ucapan selamat : تفبل الله منا ومنكم “Semoga Allah menerima amal ibadah dari kami dan dari Anda sekalian” dan من العائدين الفائزين المقبولين “Semoga Allah menjadikan kita sekalian orang-orang yang kembali ke fithrah yang berbahagia dan yang diterima amal ibadahnya.” Amien.

الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد

Jama`ah shalat `Ied yang berbahagia!

Untuk kesekian kalinya, pagi ini kita berkesempatan melaksanakana `Iedul Fithri. `Iedul Fithri akan selalu berulang setiap tahun, karenanya mesti ada hikmah atau ajaran yang dapat ditangkap dari situ. Ajaran yang segera tertangkap dari `Iedul Fithri adalah ajaran agar kita kembali ke fithrah sebagai manusia, kembali ke asal kejadian manusia, siapa dia daan untk apa dia ada.

Yang pertama, fithrah manusia adalah makhluk yang diciptakan. Bukan karena kehendak kita, kita manusia ada. Bukan pula karena kehendak ibu bapa. Nyatanya, tidak sejak awal kita tahu bahwa kita adalah manausia. Tunggu sampai minimal tujuh tahun kita baru tahu bahwa kita adalah manusia. Nyatanya, banyak anak manusia yang tidak dikehendaki kehadirannya oleh orang tuanya, begitu lahir segera saja ia ditinggalkan begitu saja, atau, bahkan, sejak dalam kandungan orang tuaanya berusaha sebisa- bisa mungkin menghilangkannya. Sebaliknya, banyak orang tua yang begitu keras usahanya untuk menghadirkan anak , yang akan menjadi manusia, namun tak berhasil. Jadi sekali lagi, yang pertama harus disadari, manusia, ya kita-kita ini manusia, adalah makhluk, yang diciptakan.

الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد

Jama`ah shalat `Ied yanag berbahagia.

Ada yang diiciptakaan mesti ada Yang Menciptakan, ada makhluk mesti ada Al-Khaaliq. Al-Khaliq menciptakan manusia pasti bukan iseng semata, atau main-main tanpa hikmah tanpa tujuan. Al-Khaaliq berfirman dalam Al-Mu`minun 116 :

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ

“Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu untuk main-main saja?

Dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” Tentu tidak, bukan? Dan tujuan diciptakannya manausia jelas-jelas dinyatakan Al-Khaaliq dalam Adz-Dzaariyaat 56 :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak meciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menghambakan diri ke padaKu.”

Jadi, setelah kita, manusia, mengakui sebagai makhluk, kita tidak boleh menga baikan tujuan diciptakannya oleh Al-Khaliq, yaitu mmenghambakan diri kepadaNya. Manusia yang tidak menghambakan diri kepada Al-Khaliq yang menciptakannya berarti ia adalah manusia yang tidak tahu atau tidak menyadari fithrahnya. Karena banyak manausia macam ini, Al-Khaaliq yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang secara berkala dan terus menerus memberikan peringatan agar manusia tidak kebablasan dalam ketidaktahuannya dan ketidaksadarannya. Dan peringatan itu adalah `Iedul Fithri.

الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد

Jama`ah shalat `Ied yanag berbahagia.

Arti dasar dari “menghambakan diri” adalah menjadikan diri kita hamba dari Tuan kepada ssiapa kita menghambakan diri. Tuan yang hakiki bagi manusia adalah Allah, Al-Khaliq itu. Menghambakaan ddiri kepada Allah tidak hanya sekedar mengakui kita sebagai hambaNya. Menghambakan diri mestilah bertekad akan selalu patuh kepadaNya. Dengan kata lain, menghambakan diri kepada Allah adalah selalu patuh akan perintah dan laranganNya. Orang macam ini sering disebut “muttaqien” yang bertakwa, dan itulah tujuan kita diperintahkan berpuasa oleh Allah Ta`ala, sebagaimana yang baru kita selesaikan.

Tujuan ini, Insya Allah, tidak mustahil dapat dicapai oleh siapa saja asal dalam berpuasa seseorang berbuka dan bersahur dengan makanan dan minuman yang halal dan tidak berkata kotor atau berbuat jahat. Daari pada berkata kotor lebih baik diam dan dari pada berbuat jahat lebih baik tidak berbuat apa-apa.

الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد

Jama`ah shalat `Ied yang berbahagia.

Tugas menghambakan diri kepada Al-Khaliq terasa lebih bersifat pribadi. Semen tara manusia itu adalah makhlul social, makhluk yang punya kecenderungan hidup bersa- ma sesame manusia, bermasyarakat. Makanya, pasti ada juga tugas sosial yang diem bankan kepada manusia. Apa itu? Ketika Allah akan menciptakan manusia, Allah berfirman :

إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً

“Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di muka bumi.” Khalifah, arti aslinya adalah pengganti. Jadi manusia dijadikan Allah untuk menjadi “pengganti” Allah di muka bumi. Dan tugas pokok khalifah adalah menebarkan rahmat dan kasih sayang, meratakan keadilan dan menciptakan rasa aman bagi sesaama yang ada. Karena itu, berarti tiap manusia harus berusaha kea rah itu. Dan semua itu, hakikatnya, pada gilirannya akan bermanfaat untuk dirinya sendiri.

Dalam bahasa Imam Abu Ishaq Asy-Syirozi, yang didapatkan langsung dari Rasulullah saw lewat mimpinya dikatakan :

من اراد السلامة فليطلبها فى سلامة غيره

“Barangsiapa menghendaki keselamatan, maka hendaknya ia cari pada keselamatan orang lain.” Dengan kata lain, barangsiapa ingin selamat maka hendaknya ia tidak berbuat yang dapat menyebabkan orang lain merugi atau celaka, tidak selamat. Dapat diteruskan, barangsiapa ingin tegaknya keadilan, maka janganlah ia berbuat tidak adil kepada yang lain. Barangsiapa ingin mendapatkan keamanan maka hendaknya tidak membuat orang lain merasa tidak aman.

الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد

Jama`ah shalat `Ied yang berbahagia.

Kesimpulannya, `Iedul Fithri mengajak kita kembali menyadari dan berfungsi sebagai makhluk, sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Mari kita coba, kita terapkan pada diri kita masing-masing. Mari.

بارك الله لى ولكم فى القرأن العظيم ونفعنى وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم أقول قولى هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم .

الخطبة الثانية

الله أكبر 3 الله أكبر 3 الله أكبر . الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا.أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله . اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين وسلم تسليما كثيرا .أما بعد. فيا أيها الناس اتقوا الله ولازموا الصلاة على خير خلقه عليه الصلاة والسلام. فقد أمركم الله بذلك إرشادا وتعليما. فقال إن الله وملائكته يصلون على النبى . يا أيها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين . وعلى التابعين ومن تبعهم بإحسان الى يوم الدين. وارحمنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.

اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك على كل شيئ قدير . اللهم أعز الإسلام والمسلمين. وأهلك الكفرة والمبتدعة والرافضة والمشركين . ودمر أعداء الدين . واجعل اللهم ولايتنا فيمن خافك واتقاك. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار . ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بلإيمان ولا تجعل فى قلوبنا غلا للذين أمنوا ربنا إنك رؤوف الرحيم والحمد لله رب العالمين.

Shalat Tarawih 20 Rakaat

Sholat tarawih dilakukan ba’da sholat isya (sebelum fajar dibulan Ramadhan). Dinamakan sholat tarawih karena setiap selesai 2 salam (4 rokaat) dianjurkan istirahat. Hikmah sholat tarawih adalah untuk menguatkan jiwa, menyegarkannya guna melaksanakan ketaatan, dan juga memudahkan mencerna makanan sesudah berbuka puasa, apabila sesudah buka puasa tidur maka makanan yang ada didalam perut besar tidak tercerna, dapat menggangu kesehatan, kesegaran jasmani menjadi lesu dan lemah. Sholat tarawih hukumnya sunah muakad bagi setiap laki-laki dan perempuan, hal ini berdasar perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ لَيَالِيَ مِنْ رَمَضَانَ وَهِيَ ثَلاَثٌ مُتَفَرِِّقَةٌ لَيْلَةُ الثَّالِثِ وَالْخَامِسِ وَالسَّابِعِ وَالْعِشْرِيْنَ وَصَلَّى فِى الْمَسْجِدِ وَصَلَّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيْهَا ، وَكَانَ يُصَلِّى بِهِمْ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ أَيْ بِأَرْبَعِ تَسْلِيْمَاتٍ كَمَا سَيَأْتِى وَيُكَمِّلُوْنَ بَاقِيَهَا فِى بُيُوْتِهِمْ أَيْ حَتَّى تَتِمَّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لِمَا يَأْتِى ، فَكَانَ يُسْمَعُ لَهُمْ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ النَّحْلِ .

Artinya: “NabiMuhammad SAW keluar pada waktu malam pada saat bulan Ramadhan, yaitu pada 3 malam yang terpisah, malam tanggal 23, 25, 27. Beliau sholat di Masjid dan orang-orang sholat seperti sholat beliau di masjid, beliau sholat dengan mereka 8 rakaat, artinya dengan 4 kali salam sebagaimana keterangan mendatang dan mereka menyempurnakan sholat tesebut dirumah-rumah, sehingga sholat tersebut sempurna 20 rokaat, dari mereka itu terdengar suara seperti suara lebah” (HR. Bukhori)

Dari Hadits di atas jelaslah bahwa Nabi Muhammad SAW mensunahkan Shalat Tarawih, tetapi Beliau tidak melakukannya secara berjamaah utuh 20 raka’at bersama para Sahabat. Orang yang pertama kali mengumpulkan sholat tarawih berjamaah 20 rokaat adalah Khalifah Umar Bin Khattab ra.” Dan disetujui oleh para sahabat saat itu, sebagai imamnya adalah Ubai Bin Ka’ab. Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Taimiyyah :

وَثَبَتَ اَنَّ اُبَيِّ بْنِ كَعَبٍ كاَنَ يَقُوْمُوْنَ بِاالنَّاسِ عِشْرِيْنَ رَكَعَةً فِيْ رَمَضَانَ وَيُوْتِرُ بِثَلاَثِ قَرَاءَ كَثِيْرٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ اَنَّ ذَلِكَ هُوَ السُنَّةٌ ِلاَنَّهُ قَامَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَاْلاَنْصَارِ وَلَمْ يُنْكِرْهُمْ مُنْكِرٌ

Artinya; “telah terbukti bahwa sahabat Ubai Bin Ka’ab mengerjakan sholat Ramadhan bersama orang-orang waktu itu sebanyak 20 rakaat, lalu mengerjakan witir 3 rakaat, lalu kebanyakan ulama mengatakan kalau itu adalah sunnah. Karena perbuatan itu dilaksanakan ditengah-tengah sahabat Muhajirin dan Ansor tapi tidak ada satu pun diantara mereka yang menentang atau melarang perbuatan itu”.

Bagi sebagian umat Islam sering membid’ahkan Kita yang menjalankan Shalat Tarawih 20 Rakaat. Padahal, Kita mengikuti apa yang dilakukan Sahabat Umar bin Khathab, 1 dari 4 Khulafaurrosyidin, dan itu jelas bukan bid’ah. Sebab, Rasulullahh SAW jauh hari telah bersabda:

عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ (رواه ترمذى)

Artinya; “wajib atas Kamu sekalian mengikuti sunnah-KU dan sunnah Khulafaurosidin”

Jadi, dengan demikian Kita harus tetap pada keyakinan untuk melaksanakan Shalat Tarawih sebanyak 20 rakaat. Yang juga harus menjadi perhatian Kita adalah kualitas Shalat Tarawih; di samping memenuhi syarat rukunnya, juga harus mempertimbangkan kesempurnaannya dengan menjalankan Shalat Tarawih secara lebih tertib dan khusyu’. Lantas, bagaimana pendapat para Imam Madzhab yang Empat mengenai Jumlah Raka’at Shalat Tarawih? Mari kita lihat:

Pertama, Madzhab Hanafi; Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir (ganjil). Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat sehingga menjadi 20 rakaat.

Kedua, Madzhab Maliki; Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya mengurangi dari itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati orang-orang melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan umat.

Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11 rakaat”. Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai menjelang fajar menyingsing.

Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”. Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam Malik.

Ketiga, Madzhab as-Syafi’i; Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm, “bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat. Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap malam Ramadhan.

Keempat, Madzhab Hanbali; Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni suatu masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (maksudnya; Ahmad Muhammad bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”. Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum muslimin dikumpulkan (berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.

Syeikh Ali Ma'sum Krapyak, Yogyakarta dalam Kitab berjudul "Hujjatu Ahlis Sunnah Wal Jamaah" halaman 24 dan 40 menerangkan tentang "Salat Tarawih" yang artinya kurang lebih sebagai berikut:

Pertama, Salat tarawih, meskipun dalam hal ini terdapat perbedaan, sepatutnya tidak boleh ada saling mengingkari terhadap kepentingannya. Salat tarawih menurut kami, orang-orang yang bermadzhab Syafii, bahkan dalam madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah 20 rakaat. Salat tarawih hukumnya adalah sunnah muakkad bagi setiap laki-laki dan wanita, menurut madzhab Hanafi, Syafii, Hambali, dan Maliki.

Kedua, Menurut madzhab Syafii dan Hambali, salat tarawih disunnahkan untuk dilakukan secara berjamaah. Madzhab Maliki berpendapat bahwa berjamaah dalam salat tarawih hukumnya mandub (derajatnya di bawah sunnah), sedang madzhab Hanafi berpendapat bahwa berjamaah dalam salat tarawih hukumnya sunnah kifayah bagi penduduk kampung. Dengan demikian apabila ada sebagian dari penduduk kampung tersebut telah melaksanakan dengan berjamaah, maka lainnya gugur dari tuntutan.

Ketiga, Para Imam madzhab telah menetapkan kesunnahan salat tarawih berdasarkan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits sebagai berikut:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ فِى جَوْفِ اللَّيْلِ لَيَالِيَ مِنْ رَمَضَانَ وَهِيَ ثَلاَثٌ مُتَفَرِّقَةٌ لَيْلَةُ الثَّالِثِ وَالْخَامِسِ وَالسّابِعِ وَالْعِشْرِيْنَ وَصَلَّى فِى الْمَسْجِدِ وَصَلَّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيْهَا ، وَكَانَ يُصَلِّى بِهِمْ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ أَيْ بِأَرْبَعِ تَسْلِيْمَاتٍ كَمَا سَيَأْتِى وَيُكَمِّلُوْنَ بَاقِيَهَا فِى بُيُوْتِهِمْ أَيْ حَتَّى تَتِمَّ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً لِمَا يَأْتِى ، فَكَانَ يُسْمَعُ لَهُمْ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ النَّحْلِ .

Artinya; "Nabi SAW. keluar pada waktu tengah malam pada bulan Ramadlan, yaitu pada tiga malam yang terpisah: malam tanggal 23, 25, dan 27. Beliau salat di masjid dan orang-orang salat seperti salat beliau di masjid. Beliau salat dengan mereka delapan rakaat, artinya dengan empat kali salam sebagaimana keterangan mendatang, dan mereka menyempurnakan salat tersebut di rumah-rumah mereka, artinya sehingga salat tersebut sempurna 20 rakaat menurut keterangan mendatang. Dari mereka itu terdengar suara seperti suara lebah".

Dari uraian di atas bisa kita ambil kesimpulan; Kita telah meningukti Sunnah Rasul dan Sunnah para Sahabat dalam memilih dan melaksanakan Shalat Tarawih sebanyak 20 raka’at. Bahwa para Ulama’ empat madzhab juga sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat. Kecuali Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46 rakaat. Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk Madinah, maka ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.

Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas perintah beliau. Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat menjadi hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan dalam shul al-Fiqh untuk menjadi pedoman dalam melaksanakan Shalat Tarawih 20 Rakaat.***